Profil Gareth Southgate: Pecundang sebagai Pemain, Pahlawan saat Melatih

Gareth Southgate capa membawa Timnas Inggris untuk pertama kalinya menembus final gelanggang empat tahunan antar negara Eropa antara tahun ini atau Euro 2020.
Kepastian Gareth Southgate membawa Inggris mencapai final ditentukan saat The Three Lions menggasak Denmark memakai skor 2-1 sesudah babak tambahan era.
Inggris nampak kesulitan mengalahkan Denmark yang berkembang menahan setiap gempuran maka menghindarkan gawangnya daripada para pemain The Three Lions yang ingin mencetak gol di batas lumrah.
Di babak tambahan giliran, Inggris pun ketiban durian runtuh kala mendapat hadiah penalti pasca Raheem Sterling dijatuhkan dekat kotak penalti Denmark.
Wasit menunjuk titik putih lagi Harry Kane, yang urung menuntaskan tugasnya, tetap mampu mencetak gol lewat sontekan memanfaatkan bola Rebound hasil tendangan penaltinya.
Harry Kane terbilang merupakan momen bersejarah bagi Gareth Southgate nan mencetak rekor sebagai pelatih Inggris terutama setelah Sir Alf Ramsey nan membawa Inggris ke final turnamen hebat sejak Piala Dunia 1966.
Pencapaian ini menjadi sebuah prestasi yang membanggakan. Kendati belum dipastikan akan meraih gelar atau tidak, Southgate setidaknya mampu menutup mulut para pengkritiknya saat ditunjuk memakai bahkan selama Euro 2020 berlangsung.
Karier Southgate sendiri berjarak atas kesan megah. Dari saat masih bermain, sangkat ditunjuk dalam pelatih tim nasional Inggris.
Lantas bagaimana perjalanan karier dari seorang Gareth Southgate antara lapangan hijau?
Perjalanan Karier Gareth Southgate
Seperti adapun telah dikemukakan dempet atas, karier Gareth Southgate pol dari kesan megah, terbersetuju saat masih getol bermain.
Pria yang kini berusia 50 tahun terkandung, berlimpah menghabiskan kariernya dekat klub-klub pertradisionalan Inggris ibarat Crystal Palace, Aston Villa dan Middlesbrough.
Pertama kali Southgate bermain akan level profesional yakni saat ia dipromosikan atas akademi ke tim utama oleh Crystal Palace akan tahun 1989.
Enam musim dihabiskan Southgate bersama Crystal Palace batas demi akhirnya ia diboyong karena Aston Villa demi 1995.
Sama bagaikan dalam Crystal Palace, pemain yang berposisi bek ini pula membela Aston Villa senyampang enam musim dan hengkang ke Middlesbrough pada 2001 sebelum akhirnya memutuskan pensiun lima tahun lantas pada 2006.
Meski membela tim-tim nan terkesan gurem saat ini, Southgate tetap mampu menarik minat tim nasional Inggris.
Bahkan, penampilannya bersama Inggris termenerangkan luber melainkan 57 laga lewat torehan dua gol sejak 1995 batas 2004.
Pasca pensiun, Southgate bergelut di dunia kepelatihan. Middlesbrough menjadi pekerjaan pelatih pertamanya sama dengan dalam 2006.
Saadapunnya, Southgate tak membawa tuah apik lewat malah melangsungkan Middlesbrough terdegradasi di tahun 2009 adapun berujung pemecatan di pertengahan musim 2009-2010 saat berkancah di kompetisi Divisi Championship atau kasta kedua.
Setelahnya, Southgate sempat rehat sebelum mengambil jabatan pelatih akademi tim nasional Inggris senyampang 1,5 tahun beserta naik menukangi The Three Lions U-21 atas tahun 2013 santak 2016.
Pada 2016 itulah ia mendapat kesempatan menukangi tim senior Inggris memakai status Caretaker sebelum dipermanenkan sebagai pelatih tetap atas November hadapan tahun yang sebandingsangkat saat ini.
Pecundang Semasa Bermain, Dipuja Saat Melatih
Dalam perjalanan karier Gareth Southgate, ia punya memori kelam semasa bermain adapun melahirkannya dihujat seluruh warga Inggris.
Hal tercatat terjadi dengan tahun 1996 kala ia membela Inggris yang menjadi tuan rumah untuk medan empat tahunan, Euro.
Berstatus tuan rumah, warga Inggris mengharapkan tim nasionalnya meraih gelar juara. Kebetulan, tahun tercantum bertepatan demi 30 tahun perayaan The Three Lions memerankan juara Piala Dunia 1966.
Laju Inggris dempet Euro 1966 pun termengekspresikan mulus sejak awal. Di fase grup A, Southgate, akan jadi tulang punggung dempet lini belakang, mampu membawa Inggris menang dua kali selanjutnya belaka kalah satu kali selanjutnya kebobolan dua gol saja.
Performa apik Southgate diteruskan atas babak perempat final kala menghadapi Spanyol atas mana ia mampu menghindarkan gawang Inggris melalui kebobolan seengat The Three Lions berhak melaju ke semifinal tinggal kemenangan atas babak adu penalti.
Di semifinal lah, mimpi buruk Southgate lahir. Sama ibarat laga melawan Spanyol, Southgate tampil sejak menit pertama. pun pernah bersarang ke gawangnya.
Namun gol itu sekadarlah gol penyama kedugelisahn usai Alan Shearer mencetak gol di menit ke-3. Hasil imbang 1-1 menciptakan laga berjalan ke babak tambahan waktu memakai berlanjut ke drama adu penalti.
Di babak adu penalti ini, lima penendang Inggris berhasil menuntaskan tugasnya, begitu pula atas lima penendang Jerman.
Southgate pun yang ditunjuk menjadi penendang keenam Inggris, urung menuntaskan tugasnya. Naasnya, keurungan tersebut dibarengi beserta ketercapai,an Jerman yang mengeksekusi penalti lewat penendang keenamnya.
Alhasil, Inggris tumbang dalam hadapan puluhan ribu pendukungnya dalam Stadion Wembley. Mimpi dalam juara dalam tanah sendiri kudu pupus karena Southgate batal mengeksekusi penalti.
Mimpi buruk itu berkuat semasa 25 tahun. Hingga akhirnya Southgate mampu menghapus mimpi itu kala Inggris yang ia latih mengalahkan Jerman antara Stadion Wembley cukup babak 16 gendut Euro 2020.
Kini, Gareth Southgate dipuja karena mampu membawa Inggris lolos ke final keduanya sejenjang sejarah. Pujaan itu akan kian bertambah andai ia mampu memberikan gelar kedua sepak bola internasional demi seluruh masyarakat hadapan tanah Ratu Elizabeth.